Daftar Blog Saya

Rabu, 05 September 2012

Profesi, Profesionalitas, Prestasi dan Pribadi | Direktorat Jenderal Pajak

Oleh Wiyoso Hadi, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak


Mengapa ya, kalau seorang pegawai pajak ditanya: "Kerja di mana?" Ada yang tidak langsung menjawab kerja di Direktorat Jenderal Pajak (DJP), tapi menjawab secara diplomatis: "Kerja di Kementerian Keuangan (Kemenkeu)." Baru kalau ditanya di Direktorat mana, baru dijawab kerja di DJP. JIka tidak ditanya kerja di direktorat mana, tidak akan mengaku kerja di DJP. Mengapa begitu ya? Apakah kerja di DJP adalah pekerjaan yang tidak patut sehingga tidak ada rasa kebanggaan korps? Ataukah takut di-huuh gayus-kan?

Beberapa orang pernah tanya kepada penulis, "Mengapa berprofesi sebagai petugas pajak bukankah itu profesinya Gayus?" Maka penulis balik balas: "Mengapa tetap jadi warga negara Indonesia, bukankah koruptor ada juga yang berwarga negara Indonesia?"

Di berbagai kesempatan jika ada orang mulai memandang rendah secara terang-terangan terhadap profesi pegawai pajak, maka penulis kadang balik tanya: "Mengapa alergi terhadap Pegawai Pajak?" Jawabannya beragam, tapi intinya adalah, petugas pajak identik dengan gayus, petugas pajak orang zalim yang menghisap uang rakyat untuk menumpuk kekayaan pribadi, dan petugas pajak adalah profesi yang haram karena dilaknat dalam agama.

Untuk jawaban bahwa petugas pajak adalah profesi yang haram karena dilaknat dalam agama, penulis hanya tersenyum saja karena tidak punya waktu untuk meladeni perdebatan. Namun jika tetap dikejar dimintai pendapat, maka penulis jawab: "Silakan baca disini. Di situ Anda akan temukan jawaban saya (penulis)."

Sedangkan untuk jawaban bahwa petugas pajak identik dengan gayus yang zalim menghisap uang rakyat untuk menumpuk kekayaan pribadi. Maka penulis tanggapi bahwa: pertama, uang pajak tidak masuk ke kantong petugas pajak karena pajak langsung masuk ke Kas Negara dan yang berwenang untuk mengalokasikan penggunaan uang pajak bukan DJP tapi adalah tugas pokok, fungsi dan wewenang Kementerian Negara PPN/Bappenas, Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), dan instansi-instansi teknis Kementerian/Lembaga Pemerintah terkait, dengan persetujuan DPR dan DPRD. Andaipun ada oknum petugas pajak menerima uang dari wajib pajak (WP) maka itu bukan uang pajak tapi uang jasa untuk mengurus agar tidak membayar pajak sebagaimana mestinya.

Lalu hal kedua, penulis tanggapi, bahwa tidak semua pegawai pajak kaya. Sosok-sosok mereka antara lain dapat ditemui dalam buku Berbagi Kisah & Harapan, silahkan baca disini. Di samping mereka ada juga pegawai-pegawai pajak lainnya yang di kantor dan lingkungan tetangga sekitarnya dikenal sebagai pribadi-pribadi yang saleh dan zuhud, alias tidak mengejar dunia. Banyak dari mereka menjadi aktivis-aktivis dakwah yang hidupnya bersahaja. Kisah-kisah dari pegawai-pegawai pajak yang saleh dan zuhud ini banyak yang tidak diketahui oleh publik. Pertama, karena sebagian dari mereka itu tidak pandai menulis sehingga tidak dapat mengungkapkan sisi-sisi spiritualitas kezuhudannya ke publik. Dan kedua, andai pun bisa menulis, sebagian dari mereka tidak mau menonjolkan kesalehan dan kezuhudannya sehingga tidak menuliskannya ke publik. Oleh sebab itu, mari jangan ukur seseorang sebatas dari profesi tapi dari profesionalitas, prestasi dan pribadi.

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi dimana penulis bekerja.

sumber

Tidak ada komentar: